ISLAM DAN MULTIKULTURALISME ISLAM SEBAGAI KOMUNITAS WACANA DAN SISTEM DUNIA
A.
Pendahuluan
Bangsa
Indonesia adalah bangsa majemuk, dengan ditandai banyaknya etnis, suku, agama, bahasa, budaya, dan adat-istiadat.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat multikultural, masyarakat
yang anggotanya memiliki latar belakang budaya dan agama yang beragam. Karena
kemajemukan itu, Indonesia sering dikatakan sebagai negara yang multi-etnis dan
multi-agama. Kemajemukan
dan multikulturalitas mengisyaratkan adanya perbedaan. Bila dikelola secara benar,
kemajemukan dan multikulturalitas menghasilkan kekuatan positif bagi pembangunan
bangsa. Sebaliknya, bila tidak dikelola secara benar, kemajemukan dan
multikulturalitas bisa menjadi faktor destruktif dan menimbulkan bencana dahsyat.
Konflik dan kekerasan sosial yang sering terjadi antara kelompok masyarakat
merupakan bagian dari kemajemukan dan multikulturalitas yang tidak bisa dikelola
dengan baik.[1]
Dalam Al-Qur’an dan hadis banyak kita temukan contoh-contoh konkrit
bagaimana Islam seharusnya bersikap dan menyikapi perbedaan itu. Sejumlah
ayat-ayat Al-Qur’an menegaskan tentang etika sosial ini, pentingnya umat Islam menyakini
kebenaran agamanya, tapi pada saat yang sama ia mengingatkan perlunya menjaga
keseimbangan didalam berinterakasi dengan komunitas lain, siapapun itu. Sebagai
sebuah gagasan, multikulturalisme bukan hanya toleransi moral ataupun
kebersamaan yang pasif semata, melainkan sebuah kesediaan untuk melindungi dan
mengakui kesetaraan dan rasa persaudaraan diantara sesame manusia, terlepas
dari adanya perbedaan asal usul etnis, keyakinan, kepercayaan dan agama yang
dianut.[2]
Realitas kekerasan
yang pernah terjadi di Indonesia, seperti kerusuhan di Sampit, konflik agama di
Maluku, Poso, kasus Syiah di Sampang Madura serta gejolak sosial yang tiada
henti di Papua, menunjukkan betapa rapuhnya konstruksi kebangsaan berbasis
multikultural di Indonesia. Dari uraian di atas, sesungguhnya
kekerasan merupakan masalah sosiokultural besar dan penting bagi bangsa
Indonesia, yang tidak semata bersifat aktual, namun juga bersifat menyejarah.
Sifat realitas kekerasan dan konflik sosial di Indonesia yang aktual sekaligus
menyejarah, membenarkan anggapan bahwa kekerasan hampir menjadi setelan mental (mind-set) kolektif maupun individual bangsa
Indonesia.
Pada dasarnya Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di
dunia, karena kondisi sosial-budaya maupun geografis yang begitu beragam dan
luas menyebabkan Indonesia menjadi negara yang multi etnis, multi ras, multi
budaya, dan multi agama.[3] Keragaman ini meniscayakan lahirnya pluralitas
budaya, karena memang suatu keniscayaan sejarah bagi bangsa Indonesia. Adanya motto Bhineka Tunggal Ika sesungguhnya merefleksikan kemajemukan ini, dan
sekaligus mengandung cita-cita memayungi kemajemukan sebagi kekayaan dan
kekuatan.
Dari pernyataan di atas penulis akan membatasi kajiannya yaitu meliputi berbagai pendapat tentang hakekat Islam dan multikulturalisme, Multikultural Islam, dan Islam Multikulturalisme Sebagai Wacana dan Gerakan.
[1] Tobroni.
dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Demokrasi, HAM, Civil Society, dan Multikulturalisme (Malang: PuSAPoM, 2007), 279.
[2] Syafiq Hasyim, Islam dan Multikulturalisme (Jakarta:
ICIP, 2008), 7.
[3] Ainul
Yaqin, Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan (Yogyakarta:Pilar Media,2005), 4.
Betul banget pak, oleh karena itu harus saling bertoleransi sesama warga negara indonesia
BalasHapus