Multikultural Islam
Multikultural Islam
Pada dasarnya multikulturalisme bisa
dilihat sebagai
sebuah respons kebijakan
politik terhadap heterogenitas budaya warga yang
cenderung semakin kompleks akibat
intensif dan masifnya pola migrasi manusia dari satu
titik ke titik lainnya dalam peta
dunia global. Kebijakan multikultural dikembangkan sebagai sebuah
model yang diarahkan pada politik pengelolaan perbedaan
kultural warga
Negara.[1] Sehingga inti dari
multikulturalisme terletak pada apakah
entitas yang beragam tersebut, terutama
kelompok minoritas memeroleh status yang
setara dalam Negara-bangsa atau justru mengalami
minoritasisasi melalui
berbagai kebijakan Negara yang
resmi.
Multikulturalisme adalah kesediaan menerima
kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa mempedulikan perbedaan
budaya, etnik, jender, bahasa, ataupun agama. Dalam konteks tersebut,
memperbincangkan diskursus Islam multikultural di Indonesia menemukan
momentumnya. Sebab, selama ini Islam secara realitas seringkali ditafsirkan
tunggal bukan jamak atau multikultural. Padahal, di Nusantara realitas Islam
multikultural sangat kental, baik secara sosio-historis maupun glokal
(global-lokal). Secara lokal, misalnya, Islam di nusantara dibagi oleh Clifford
Geertz dalam trikotomi: santri, abangan dan priyayi; atau dalam perspektif
dikotomi Deliar Noer, yaitu Islam tradisional dan modern; dan masih banyak lagi
pandangan lain seperti liberal, fundamental, moderat, radikal dan sebagainya. Secara sosio-historis, hadirnya Islam di
Indonesia juga tidak bisa lepas dari konteks multikultural sebagaimana yang
bisa dibaca dalam sejarah masuknya Islam ke Nusantara yang dibawa oleh
Walisongo. [2] Islam yang
dibawa walisongo
adalah
Islam yang santun
yang saling menghargai satu sama lain.
Harapan untuk menjadikan Islam multikultural sebagai topik atau wacana masih menarik dan
perlu disebarluaskan. Hal ini setidaknya karena masih terjadi kasus konflik sosial yang masih
terjadi di masyarakat
misalnya kasus di Poso, Ambon, Papua, Kasus Bom Bali, Kasus di Sampang dan daerah lain merupakan pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan
bersama. Kebhinnekaan
agama, etnis, suku, dan bahasa menjadi keharusan untuk disikapi oleh semua
pihak, terutama umat Islam di Indonesia. Norma agama sebagai sebuah ajaran luhur
tentu menjadi dasar yang kuat bagi kaum agamawan pada umumnya untuk membuat
kondisi agar tidak carut-marut.
Multikulturalisme sangat penting dan menarik
untuk diulas lebih detail karena dilatar belakangi oleh pemikiran antara lain:
a)
Perlunya sosialisasi bahwa semua agama datang
untuk mengajarkan dan menyebarkan perdamaian dalam kehidupan umat manusia.
b) Wacana
agama yang toleran dan inklusif merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran
agama itu sendiri.
c) Adanya
kesenjangan yang jauh antara cita-cita ideal agama-agama dan realitas empirik
kehidupan umat beragama di tengah masyarakat.
d) Semakin
menguatnya kecenderungan intoleransi di sebagian umat beragama yang pada
gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel agama.
e) Perlu
dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kerukunan
dan perdamaian antar umat beragama.[3]
Bisa dikatakan multikulturalisme merupakan salah satu ajaran
Tuhan yang sangat berguna dan bermanfaat bagi umat manusia dalam rangka untuk mencapai
kehidupan yang damai di muka bumi, hanya saja prinsip-prinsip multikulturalisme
itu sering tercemari oleh perilaku-perilaku radikalisme, eksklusivisme,
intoleransi dan bahkan “fundamentalisme”. Hal ini dapat diatasi apabila
kita bisa menjadikan iman dan taqwa berfungsi dalam kehidupan yang nyata bagi
bangsa dan negara.[4] Iman harus
tertanam dalam lubuk hati
kita yang terdelam.
Dengan iman yang
kuat bisa menghindarkan
kita dari perilaku radikalisme, intoleransi dan bahkan fundamentalisme yang
bisa merusak kerukunan.
[1] Moh
Yamin
dan
Vivi Aulia, Meretas Pendidikan Toleransi Pluralisme dan
Multikulturalisme sebuah Keniscayaan Peradaban (Malang: Madani Media, 2011), 24.
[2] Syarif Ibrahim, Sosialisasi Pluralisme dan Multikulturalisme Melalui
Pendidikan (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2005), 315.
[3] H.A.R. Tilaar, Multikulturalisme,
Tantangan-tantangan........................., 137.
[4] Ibid., 138
Titanium Piercing jewelry for women: GOLF & WOODs
BalasHapus› products › tatian-pierce-f › products › tatian-pierce-f Shop Titanium Piercing jewelry mens titanium rings for women. Free shipping titanium tv alternative on qualified orders and in-store ford fusion titanium pickup. Find top-rated and columbia titanium pants pre-order your T-Shirt titanium build now!
z293k0tpghr076 real dolls,wholesale sex toys,couples sexy toys,vibrators,silicone sex doll,Rabbit Vibrators,sex toys,sex chair,penis sleeves a974n3jcult635
BalasHapus