Pro dan kontra gerakan Islam di Indonesia

 

 Pro dan kontra gerakan Islam di Indonesia


Ajaran Islam pada dasarnya mengajak umat Islam untuk senantiasa menjaga hubungan  baik dengan bangsa-bangsa lain yang ada diseluruh penjuru bumi. Tak pernah sekalipun ajaran Islam mengajak umat Islam untuk membenci apalagi melakukan tindakan kekerasan terhadap bangsa lain sebab Al Qur’an mengajarkan manusia agar saling mengenal satu sama lain. Kalaupun terjadi seseorang atau kelompok kaum muslim yang melakukan tindakan kekerasan dalam berhubungan dengan yang lain jelas itu merupakan penyimpangan dari atau pelanggaran terbuka atas prinsip dasar di atas.[1]

Masyarakat Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, yang tercermin pada banyaknya “sekte-sekte” yang terus bemunculan, seperti, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Hizbuttahrir Indonesia (HTI), Front Pembebas Islam (FPI), Laskar Jihad, Lembaga Dakwah Islam Indonesia LDII, Jaringan Islam Liberal (JIL), Jaringan IntelektuaI Muda Muhammadiyah (IMM) dan lain sebagainya. Beberapa aliran tersebut ada yang menganut paham modern dan ada pula yang menganut paham Islam fundamentalis. Selain itu, di Indonesia juga terdapat aliran keagamaan yang dinilai meresahkan masyarakat yaitu, kelompok Ahmadiyah dan kelompok Eden. Dua aliran inti telah menimbulkan konflik sampai mengarah pada kebiasan masyarakat akar rumput.[2] Hal itu dapat memperburuk citra Islam di kalangan penganut agama lain.

Di samping itu banyak orang yang mengakui, bahwa eksistensi pesantren yang merupakan agen perubahan (agent of change) bagi masyarakat dalam diskursus global diharapkan mampu menjadi struktur mediasi (mediating structurf) yang mampu memahami persoalan yang muncul dalam masyarakat dan dapat menjembatani pemberdayaan masyarakat untuk mewujudkan cita-cita bersama membentuk civil society. Karena lembaga pendidikan inilah yang “ramah” dengan masyarakat, pada ranah sosial-budaya, ekonomi, lembaga ini juga mampu berperan sebagai lokomotif dan dinamisator dalam mengawal perubahan. Banyak pesantren di Indonesia yang sudah berperan seperti yang disebutkan di atas.[3] Misalnya pesantren Sidogiri di Pasuruan dengan koperasi BMT yang mampu membekali santrinya dengan ekonomi yang mapan, dan Ponpes Sunan Drajad di Lamongan yang telah menyediakan berbagai macam jenis pendidikan diantaranya Mahad aly bagi calon pendakwah, jurusan perikanan, otomotif, dan masih banyak lagi.



[1] Bambang Cipto, Dunia Islam dan Masa Depan Hubungan Internasional di abad 21 (Yogyakarta: LP3M UMY, 2011), 210.

[2] Syafi’I ma’arif dan mustofa bisri, Ilusi Negara Islam: ekspansi gerakan islam transnasional di Indonesia. The wahid institute dan maarif institute (Jakarta: Penerbit Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2009), 9.

[3] M. Imam Zamroni, Islam, Pesantren Dan Terorisme. Jurnal Pendidikan Agama Islam Vo1. ll. No. 2. 2005. Diakses pada tanggal 22 November 2016 pukul. 11.00 WIB

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Multikultural Islam

GONG SI BOLONG IKON KOTA DEPOK YANG KINI TERLUPAKAN

tentang saya